Masalah Pertanahan dalam Koridor Ekonomi


Eko Cahyono
Mantan Direktur Eksekutif Sajogyo Institute
Indonesia menjadi salah satu negara yang tak terhindar dari tren kebijakan pembangunan global model "koridor ekonomi"-bentuk kebijakan yang mengutamakan jaringan infrastruktur terintegrasi di sebuah kawasan geografi yang dirancang untuk mendorong pengembangan sumber-sumber ekonomi sebuah negara dan antar-bangsa. Salah satu promotor utamanya adalah Bank Pembangunan Asia, yang dicanangkan sejak 1988.
Debat teoretis gagasan ini bisa ditelusuri hingga ke simpul hulunya: "geografi ekonomi baru" (Krugman, 1991). Teori Krugman, peraih Hadiah Nobel Ekonomi pada 2008, dipandang mampu menggabungkan perdagangan internasional dan geografi ekonomi yang sering dianggap sebagai sub-disiplin ilmu yang terpisah.
Mantra suci koridor ekonomi adalah saling keterhubungan (interconnecting) dan saling terintegrasi (integrating) dengan meletakkan infrastruktur sebagai panglimanya. Namun kedua mantra itu bisa tidak manjur jika masih ada "sumbatan leher botol" yang belum dihilangkan, yaitu semua rumpun regulasi dan kebijakan yang menghambat investasi.
Koridor ekonomi beroperasi melalui tiga cara. Pertama, menggambar ulang peta dunia, lalu melengkapinya dengan beragam kebutuhan proyek-proyek infrastruktur pembangunan, dari jalur transportasi baru, kawasan kota-kota industri baru, hingga kawasan ekonomi khusus.
Kedua, kategorisasi "kelas" negara industri. Melalui analisis ilmiah tertentu, disusunlah kategori kelas negara-negara di dunia menuju tingkatan tangga pembangunan yang diidealkan para konsultan perancang pembangunan. Merujuk pada dokumen "New Development Strategies for ASEAN and East Asia and Quality of Infrastructure" (ERIA CDP, 2018), Indonesia dikategorikan (masih) di anak tangga under development before industrialization. Inilah basis rasionalisasi kehadiran proyek pembangunan, yakni untuk menaikkan negeri ini ke anak tangga kelas negara industri yang lebih tinggi.
Ketiga, paket kebijakan nasional untuk mengintegrasikan semua instrumen kebijakan, regulasi, dan keuangan. Contohnya, Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), jalan tempuh (blueprint) kebijakan pembangunan nasional 2011-2025.
Hasil studi Sajogyo Institute (2014-2015) atas praktik kebijakan MP3EI secara ringkas menunjukkan sejumlah hal. Pertama, asumsi utama penyebab ekonomi Indonesia tertinggal adalah produksi sumber-sumber ekonomi nasional yang tersebar di banyak pulau belum terkoneksi dan terintegrasi secara nasional karena belum ada atau buruknya kualitas infrastruktur (darat, laut, dan udara). Maka, peta Indonesia habis dibagi menjadi enam koridor ekonomi. Dibuatlah peta baru penghubung antar-koridor dengan menegaskan infrastruktur sebagai jawabannya. Sayangnya, hal ini mengabaikan akar masalah ketimpangan dan ketidakadilan struktur agraria (kepemilikan, penguasaan, distribusi, dan akses) atas sumber-sumber agraria nasional. Jadi, pembangunan infrastruktur ini lebih melayani kebutuhannya siapa ketika sumber ekonomi perkebunan, pertambangan, kehutanan, perikanan, kelautan, dan pertanian lebih banyak dikuasai industri serta korporasi besar dan transnasional.
Kedua, proyek MP3EI memperburuk krisis sosial-ekologis dan konflik agraria di setiap koridornya. Bukan semata karena politik "percepatan" pembangunan infrastruktur yang kerap menabrak hak dan ruang hidup masyarakat lokal, adat, atau tempatan, kehadiran infrastruktur, pada banyak kasus, justru memicu pengerukan dan ekstraksi sumber daya alam yang lebih cepat dan mudah. Ketiga, dalam daftar panjang ragam aturan dan regulasi sebagai "sumbatan leher botol" MP3EI, pertanahan dan agraria termasuk kategori prioritas masalah karena akan menghambat investasi pendukung infrastruktur (Sajogyo Institute, 2014).
Maka, hadirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang sedang diperdebatkan banyak pihak belakangan ini tidak bisa dibaca sebagai satu kebijakan yang berdiri sendiri. Sangat mungkin RUU itu merupakan bagian dari "paket kebijakan" lain yang terhubung dan terintegrasi satu dengan lainnya, seperti tujuan percepatan kebijakan Mega Infrastruktur, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional; kawasan ekonomi khusus; kawasan mega industri; pengembangan properti dan pertumbuhan kota-kota baru; dan perluasan korporasi perkebunan, pertambangan, yang membutuhkan kemudahan dan kepastian soal lahan.
Untuk tujuan proyek pembangunan semacam ini, persoalan pertanahan dan agraria jelas menjadi "sumbatan leher botol". Prinsipnya, jika tak bisa dihilangkan, minimal "dilunakkan atau dibelokkan" dari mandat utamanya. Jadi, wajar jika dokumen RUU Pertanahan memuat agenda bank tanah serta kemudahan bagi investor, pemodal besar, dan pemilik hak guna usaha tapi mengabaikan ketimpangan dan konflik agraria struktural, mengabaikan hak ulayat, menjauh dan bertentangan dengan semangat Undang-Undang Pokok Agraria 1960 yang memandatkan reforma agraria sejati, dan seterusnya. (Koalisi Akademisi dan Masyarakat Sipil, 2019).
Jika pendulum tujuan akhirnya lebih kuat ke agenda "kontra" keadilan agraria dan kedaulatan rakyat atas ruang hidupnya, akan lebih baik jika RUU Pertanahan itu dibatalkan dari sekarang.
Share:

Pertumbuhan Ekonomi 2018 Terbaik Sejak 2014


TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan pada 2018 adalah sebesar 5,17 persen atau terbaik sejak lima tahun terakhir.
"Ini tren yang bagus, terbaik sejak 2014," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor BPS, Rabu, 6 Februari 2019.
Bila melihat tren sejak 2014, angka tersebut memang terbesar. Pada 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5,01 persen, atau lebih rendah daripada 2013 yang sebesar 5,56 persen.
Angka pada 2014 bahkan sempat anjlok setahun setelahnya ke level 4,88 persen pada 2015. Setelah itu, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik menuju 5,03 persen pada 2016 dan 5,07 persen.
Tren pertumbuhan ekonomi terus membaik setelah menjejak 5,07 persen pada 2017 dan mencapai 5,17 persen pada 2018. "Dalam kondisi global yang tidak tentu arah dan harga komoditas yang fluktuatif, ini menggembirakan," ujar Suhariyanto.
Ia berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang lebih baik untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tersebut.
Adapun pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2018 adalah 5,18 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada setahun sebelumnya. Sementara dibandingkan triwulan III 2019 pertumbuhannya -1,69 persen. "Memang pattern-nya selalu begitu untuk triwulanan."
Kendati pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen atau yang terbaik sejak 2014, nilai tersebut masih belum mencapai target. Pada APBN 2018, Indonesia mencanangkan asumsi dasar ekonomi berupa pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen.
Jika dilihat dari komponen pengeluaran, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 menunjukkan kontribusi ekspor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang negatif 0,99 persen. Namun jika dilihat dari pertumbuhan secara kumulatif pada 2018 dibandingkan 2017, maka ekspor tumbuh 6,48 persen.
Meski tumbuh, angka ekspor itu lebih rendah dibanding pertumbuhan impor yang melesat 12,04 persen. "Ekspor yang negatif ini menjadi faktor penurun dari laju pertumbuhan ekonomi," kata Suhariyanto.
Sementara ekonomi Indonesia pada 2018 paling banyak disokong konsumsi rumah tangga sebesar 2,74 persen. Adapun konsumsi rumah tangga telah pulih dan tumbuh sesuai trennya di 5,05 persen secara kumulatif pada 2018.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 sebesar 5,17 persen mendapat apresiasi dari berbagai pihak. "Pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian growth 5,17 persen yang pasti mendapat apresiasi dari berbagai negara mitra, ketika dalam proses pembicaraan pembukaan yang mereka sampaikan yakni apresiasi," kata Enggartiasto.
Dengan capaian tersebut, Mendag menyatakan optimistis bahwa Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan di 2019, yakni 5,3 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berujar pemerintah bakal bekerja keras untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2019, yaitu 5,3 persen. "Ekonomi dunia sedang tidak berfungsi dengan baik, apalagi ekspor kita," ujar Darmin.
Share:

Paradoks Ekonomi Pemberantasan Narkotik


Muhammad Hatta
Dokter Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Baddoka Makassar
Survei penyalahgunaan narkotik yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2017 menyatakan 3,3 juta penduduk Indonesia aktif memakai narkotik. Sepanjang 2018, BNN juga telah mengungkap 914 kasus penyalahgunaan narkotik dengan 1.355 tersangka. Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi wilayah sasaran jaringan peredaran narkotik internasional karena permintaan pasar yang amat tinggi.
Namun upaya pemberantasan melalui penangkapan dan pelarangan tersebut juga memunculkan sisi kelam yang disebut sebagai paradoks narkotik. Paradoks tersebut sangat mengkhawatirkan karena memperbesar masalah narkotik yang berwujud sebagai beban sosial-ekonomi yang kompleks (Marks, 2011). Tindakan pemberantasan juga mengakibatkan munculnya masalah ekonomi, yang disebut sebagai hydra effect, yaitu diversifikasi disertai intensifikasi jenis dan jumlah produk narkotik jika suatu produk tertentu diberangus (Tree, 2014).
Mounteney et al (2017) mengurai dua ciri khas paradoks pemberantasan narkotik. Pertama, globalisasi pasar methamphetamine (MDMA) melalui ekstensifikasi tempat-tempat produksi dan pemasaran masif lewat dunia maya. Sebuah laporan menyebutkan bahwa selain di Eropa Barat, MDMA mulai diproduksi secara ilegal di Kanada, Amerika Serikat, dan Cina dalam beberapa tahun terakhir (UNODC, 2015). Laporan lain menyebutkan MDMA menguasai 25 persen darknet (pasar gelap via Internet) dan merupakan produk kedua setelah mariyuana (ganja) yang paling laris (Ciancaglini et al, 2015). MDMA yang diperdagangkan via Internet tersebut sangat berbahaya karena memiliki kandungan yang lebih besar ketimbang produk MDMA yang diperdagangkan secara konvensional (Winstock, 2015).
Kedua, inovasi produsen dengan mengganti prekursor dan konten narkotik dengan kadar dan bahan baku yang lebih tinggi. Hal ini terbukti dengan ditemukannya bahan pentylone dan caffeine oleh Laboratorium BNN dari barang bukti jaringan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Langkat, Sumatera Utara. Bahan tersebut, khususnya pentylone, merupakan prekursor yang betul-betul baru masuk dan beredar di Indonesia.
Global Drug Survey 2015 menegaskan fenomena tersebut seraya menambahkan bahwa kadar dan kandungan yang diubah dapat berbeda di tiap negara. Di Belanda, kadar MDMA dalam blue ice, yang semula sebesar 50-80 miligram pada 2000-an, kini meningkat menjadi sekitar 300 miligram per tablet. Di Prancis, kadar tersebut juga melonjak, dari 204 miligram pada 2009 menjadi 325 miligram pada 2014 (EMCDDA, 2016).
Di hilir, paradoks narkotik bermuara pada kelebihan kapasitas penjara kita. Penjara yang total kapasitasnya 124 ribu orang telah disesaki oleh 248.516 narapidana, yang hampir setengahnya merupakan kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotik (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2019). Tak mengherankan jika 90 persen peredaran narkotik nasional dikendalikan dari dalam bui. Ironisnya, pemerintah berencana memindahkan 45 ribu napi narkotik ke pusat-pusat rehabilitasi tapi hanya mampu merehabilitasi 15-18 ribu per tahun (BNN, 2018).
Sebelum memindahkan napi narkotika, pemerintah harus mempermudah dan memperbanyak akses terhadap fasilitas rehabilitasi. Kewenangan rehabilitasi masih tumpang-tindih antara BNN, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial. Borok tersebut terkuak dalam sebuah kajian Ombudsman pada 2017. Ombudsman merekomendasikan agar instansi-instansi tersebut melenyapkan ego sektoral dan bersatu-padu memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Keran aturan yang mengalirkan kasus yang berkaitan dengan narkotik ke dalam penjara mesti direvisi. Riset Institute for Criminal Justice Reform di Pengadilan Negeri Surabaya pada 2016 mengungkap 61 persen kasus yang berkaitan dengan narkotik diarahkan ke penjara akibat ketidakjelasan status bandar dan pengguna. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak/Kewajiban Warga Binaan Pemasyarakatan pun mesti direvisi untuk mengurangi kelebihan warga binaan penjara.
Revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi pilar utama pembendung paradoks ekonomi pemberantasan narkotik, terutama dalam penggolongan jenis narkotik. Selama ini, pihak berwenang untuk itu hanyalah Kementerian Kesehatan (Pasal 6), padahal ada banyak jenis narkotik baru (new psychoactive substances) yang juga ditemukan oleh Laboratorium BNN serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pada 2018 saja, dari 739 narkotik baru yang dilaporkan World Drug Report 2018, BNN baru mengidentifikasi 74 jenis yang telah beredar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, delapan jenis belum tercantum dalam aturan penggolongan terbaru Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Sebagai langkah antisipasi, kewenangan penggolongan tersebut idealnya dibagi di antara tiga instansi pelat merah yang disebutkan sebelumnya.
Pada akhirnya, revisi aturan ihwal narkotik dan dukungan masyarakat luas secara terpadu menjadi kunci untuk membendung efek kelam paradoks pemberantasan narkotik.
Share:

Andalkan SDA, Pertumbuhan Ekonomi Papua Minus 10,44 Persen


TEMPO.COJakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat  pertumbuhan ekonomi Papua pada kuartal I 2019 minus 10,44 persen. Dari pertumbuhan ini, Papua berkontribusi sebesar 2,19 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB). 
Pertumbuhan minus yang dialami Papua ini, kata Kepala BPS Suhariyanto, terkait dengan struktur perekonomian di sana yang masih mengandalkan sumber daya alam (SDA).  "Karena dari strukturnya di Papua dipengaruhi sektor pertambangan dan penggalian masih besar sekali di Papua," kata dia di kantornya, Jakarta, 6 Mei 2019.
 
Menurut Suhariyanto, ketergantungan yang amat besar pada SDA itu perlu digeser atau dikurangi. Sebab, saat inipun semua negara ingin tidak tergantung pada sumber daya alam, karena suatu saat pasti akan habis.
 
"Presiden sangat berharap suatu saat sumber pertumbuhan ekonomi baru itu adalah energi terbarukan, baik itu ekonomi kreatif ataupun pariwisata. Namun, untuk pergeseran butuh waktu lama," ujar Suhariyanto.
 
Sebelumnya BPS mencatat kontribusi empat pulau besar terhadap perekonomian nasional. Pulau Jawa merupakan pulau yang paling dominan, dengan  kontribusi terhadap PDB sebesar 59,03 persen. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa pada semester I 2019 sebesar 5,66 persen.
 
Pulau kedua yang memberikan kontribusi pada PDB terbesar adalah Sumatera, yang sebesar 21,36 persen. Pertumbuhan ekonomi Sumatera sebesar 4,55 persen.
 
Pada posisi ketiga, kata Suhariyanto, adalah Pulau Kalimantan yang berkontribusi pada PDB sebesar 8,26 persen. Pada kuartal I ini, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Kalimantan sebesar 5,33 persen.
 
Pulau dengan kontribusi terbesar keempat terhadap PDB adalah Sulawesi sebesar 6,14 persen. Pulau ini sekaligus tercatat memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi dari pulau-pulau di seluruh Indonesia, yang sebesar 6,51 persen. Untuk Pulau Bali dan Nusa Tenggara, BPS mencatat kontribusi terhadap PDB sebesar 3,02 persen dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,64 persen.

Share:

Riset Bappenas: Belanja Pemerintah Naik, Pertumbuhan Ekonomi Lambat


TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas melakukan riset terhadap efektivitas belanja kementerian dan lembaga pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasilnya, peningkatan belanja kementerian dalam beberapa tahun terakhir ternyata belum optimal meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam riset Bappenas, setiap peningkatan belanja kementerian sebesar 1 persen seharusnya memiliki andil 0,06 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Lalu peningkatan sebesar 11 persen memiliki andil ke pertumbuhan ekonomi sebesar 0,66 persen. 
“Fakta dan realisasinya, peningkatan belanja 11 persen hanya memiliki andil 0,24 persen pada pertumbuhan ekonomi,” kata Direktur Keuangan Negara dan Analisis Moneter Bappenas, Boediastoeti Ontowirjo dalam paparannya di Gedung Bappenas, Jakarta Pusat, Senin, 12 Agustus 2019.
Menurut Boediastoeti, realisasi belanja negara sejak 2011 hingga 2018 terus meningkat. Dari semula Rp 1.294 triliun pada 2011, menjadi Rp 2.269 triliun pada 2018.
Peningkatan ini tak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang justru membentuk kurva U. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,16 persen, lalu turun ke titik terendah sebesar 4,79 persen pada 2015, dan kembali naik menjadi 5,17 persen pada 2018.
Boediastoeti juga menyoroti dampak pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi sektoral. Sepanjang 2013 hingga 2017 misalnya, belanja di bidang jasa pendidikan memiliki elastisitas sebesar 0,39 persen, atau tertinggi keempat setelah konstruksi, jasa keuangan, dan administrasi pemerintahan. Namun,  peringkat pendidikan Indonesia yang dihitung dari The Programme for International Student Assessment (PISA) hanya berada di level 63 dari 71 negara pada 2015.
Untuk itu, Boediastoeti mendorong peningkatan kualitas belanja negara, salah satunya melalui peningkatan belanja sektor produktif seperti belanja barang. Dari tahun 2016 hingga 2017 misalnya, kata Boediastoeti, belanja barang memiliki peningkatan sebesar Rp 31,8 triliun, atau lebih rendah dari belanja modal yang sebesar Rp 39 triliun. Namun, dampak belanja barang ke pertumbuhan ekonomi mencapai 0,08 persen, lebih tinggi dari dampak belanja modal sebesar 0,03 persen.
Belanja barang pun harus diarahkan ke sektor yang benar-benar memicu pertumbuhan ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi di daerah. Dua belanja yang selama ini efektif adalah peningkatan belanja alat mesin pertanian atau alsintan dari Kementerian Pertanian dan pengadaan kapal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Dalam perencanaan ke depan, belanja negara yang produktif dapat menjadi terobosan untuk diterapkan kementerian lainnya,” kata Boediastoeti.
Share:

Kaleidoskop 2018: 10 Peristiwa Ekonomi yang Jadi Sorotan


TEMPO.COJakarta - Divestasi 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia menjadi salah satu peristiwa yang banyak disorot dalam Kaleidoskop 2018. Sebab, untuk pertama kali sejak Freeport Indonesia beroperasi pada 1973, Indonesia lewat PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) menjadi pemilik saham mayoritas.  Namun, ada beberapa peristiwa ekonomi lain yang juga menjadi sorotan pada 2018.
Kontroversi seperti impor beras hingga rupiah yang menembus level psikologis tertinggi sejak krisis moneter 1998 juga mewarnai 2018. Keberhasilan usaha rintisan unicorn Go-Jek melebarkan sayap ke luar negeri pun menandai warna-warni kehidupan ekonomi Indonesia. Berikut ini 10 peristiwa ekonomi yang banyak disorot dalam Kaleidoskop 2018.
Konvoi pengemudi Go-Jek versi Vietnam yaitu Go-Viet mengelilingi kota Hanoi, Rabu pagi, 12 September 2018. TEMPO/Khairul Anam


1. EKSPANSI GOJEK

Pada 25 Juni 2018, Go-Jek meluncurkan dua perusahaan yang didirikan secara lokal di Vietnam (Go-Viet) dan Thailand (Get). Peluncuran tersebut dilakukan setelah Go-Jek mendapat dana sebesar US$ 500 juta dari investor macam Astra International, Warburg Pincus, KKR, Meituan, Tencent, Google, Temasek, dan lainnya. 
Gojek resmi mengaspal di Vietnam pada 1 September 2018 dengan nama Go-Viet. Peluncuran Go-Viet pada 12 September 2018 di Hotel Melia, Hanoi, Vietnam, juga dihadiri Presiden Joko Widodo yang mengunjungi Vietnam untuk World Economic Forum on ASEAN. 
CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengatakan Vietnam dipilih karena populasinya cukup besar dan rasio penggunaan sepeda motor yang tinggi. Menurut VNEExpress.net, jumlah motor di Vietnam pada 2016 sekitar 45 juta dengan jumlah penduduk 92 juta.
Setelah merambah ke Vietnam dan Thailand, Go-Jek melanjutkan ekspansinya ke Singapura. Pada 29 September 2018, Go-Jek memulai debutnya di Singapura. Go-Jek menantang Grab yang menjadi pemimpin pasar ride-sharing dengan jumlah mitra 50 pengemudi. Sedangkan pada 14 Desember, aplikasi GET dalam versi beta resmi hadir di Thailand.


2. LRT PALEMBANG
Pada 23 Juli 2018, dua rangkaian kereta api layang ringan atau Light Rail Transit Palembang resmi beroperasi secara terbatas. Saat beroperasi tahap awal, kereta berangkat dari Stasiun DJKA Jakabaring dengan tujuan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Kereta beroperasi di enam stasiun yaitu Stasiun DJKA, Jakabaring, Ampera Cinde, Bumi Sriwijaya, dan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin. Awalnya kereta ini dipakai untuk mengangkut atlet, ofisial, serta masyarakat umum untuk Asian Games 2018.
LRT sempat beroperasi hingga pukul 22.00 WIB. Namun, per 2 Desember 2018, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre III Palembang membatasi waktu operasional kereta api ringan atau light rail transit (LRT) Sumatra Selatan menjadi pukul 05.00 WIB sampai pukul 19.00 WIB. Pembatasan waktu operasional dilakukan sebagai evaluasi penyempurnaan prasarana untuk kebutuhan uji coba peralatan persinyalan dan penyelesaian pekerjaan. 
Sejak beroperasi pada 23 Juli hingga 29 November 2018, KAI mencatat sekitar 729 ribu penumpang sudah menggunakan LRT.
3. BLOK ROKAN
Pada 1 Agustus 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memutuskan menyerahkan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina mulai 2021 sampai 2041. Sebelumnya, Blok Rokan dikelola PT Chevron Pacific Indonesia sekitar 94 tahun. Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Pertamina dipilih karena empat dasar pertimbangan yang diambil setelah mengevaluasi proposal yang diajukan: signature bonus, komitmen kerja pasti, potensi pendapatan negara, dan diskresi Menteri ESDM.
Pertamina harus menginvestasikan sekitar US$ 70 miliar atau Rp 1.008 triliun selama 20 tahun mengelola Rokan. Arcandra meminta produksi bisa tetap dipertahankan pada level rata-rata saat ini sekitar 200 ribu barel per hari dan gas 24,26 MMSCFD. Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sampai April 2018 tercatat produksi minyak di blok Rokan mencapai 210.280,60 BOPD, dan produksi gas-nya sebesar 24,26 MMSCFD.
PT Chevron Pacific Indonesia menyatakan kekecewaan karena pemerintah Indonesia tidak memperpanjang kontrak mengelola Blok Rokan. Namun, juru bicara Chevron Pacific Indonesia, Danya Dewanti, mengatakan Chevron bangga sudah hampir satu abad mendapat kepercayaan dari pemerintah Indonesia.
4. PERMENHUB TAKSI ONLINE
Pada 12 September 2018, Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mencabut Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017. Aturan tersebut mengatur tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, atau taksi online.
Pada 18 Desember 2018, Menteri Perhubungan Budi Karya SUmadi menandatangani aturan baru pengganti Permenhub 108 Tahun 2017. Beleid baru itu akan berlaku pada Mei 2019. 
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setyadi, Peraturan Menteri terbaru ini memuat standar pelayanan minimal atau SPM. Ada lima aspek yang diharapkan terefleksi dalam bisnis angkutan sewa khusus.  Di antaranya menyangkut keamanan, perlindungan yang diberikan baik kepada pengemudi maupun penumpang, terhindar dari perbuatan kriminal, pembunuhan atau pelecehan seksual.
Kementerian Perhubungan akan menunjuk pihak ketiga untuk mengawasi penerapan aturan tarif batas atas dan bawah dalam aturan baru taksi online. Pengawasan penerapan aturan tarif ini diperlukan agar tidak merugikan pengguna jasa aplikasi online.
5. KISRUH IMPOR BERAS
Pada 18 September 2018, di tengah beredarnya surat izin impor beras 1 juta ton dari Kementerian Perdagangan, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan sampai Juli 2019 stok beras aman sehingga tidak perlu impor. Ia juga mengatakan Bulog harus menyewa gudang milik TNI AU untuk menyimpan stok beras karena gudang miliknya sudah penuh.
Menanggapi pernyataan Budi Waseso, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan urusan sewa menyewa gudang bukanlah urusannya. "Enggak tahu saya, bukan urusan kami. Itu kan sudah diputuskan di rakor Menko, urusan Bulog," ujar dia.
Keesokan harinya, Budi Waseso kembali menanggapi pernyataan Enggar. Menurut dia, jika impor beras tetap dilakukan maka Kementerian Perdagangan harus menyiapkan tempat untuk menyimpan stok beras itu. "Mendag udah komitmen, kan. Mendag kantornya siap jadi gudang," ujar dia.
Belakangan Kementerian Perdagangan mengklarifikasi izin impor beras 1 juta ton yang beredar sebenarnya merupakan persetujuan atas permintaan perpanjangan masa impor yang diajukan Bulog pada akhir bulan lalu. Angka tersebut merupakan bagian dari kuota impor 2 juta ton yang diputuskan pada Maret lalu. Dari kuota tersebut, data Kementerian mencatat realisasi impor beras telah mencapai 1,8 juta ton.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan polemik ihwal impor beras antara Enggartiasto Lukita dan Budi Waseso tak perlu diperpanjang. Dia menegaskan bahwa tak pernah ada pembahasan soal impor beras belakangan ini. “Terakhir bahas impor, ya Maret lalu,” kata Darmin.
6. RUPIAH TEMBUS RP 15 RIBU
Pada 3 Oktober 2018, kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) menembus level psikologis Rp 15 ribu (Rp 15.088) per dolar AS atau terburuk sejak krisis moneter 1998. Adapun, di pasar valuta asing, merujuk data RTI, rupiah diperdagangkan sebesar Rp 15.058 per dolar Amerika Serikat.  
Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar rupiah yang terus terkoreksi tersebut merupakan kondisi yang tak hanya terjadi di Indonesia. Hal serupa terjadi di negara-negara emerging market yang mengalami defisit transaksi berjalan atau neraca pembayaran impor lebih tinggi dibandingkan ekspor.
Perry mengatakan pelemahan nilai tukar sejak Desember 2017 atau secara year to date berada pada level 9,82 persen. Adapun negara-negara lain yang juga memiliki defisit transaksi seperti Turki nilai tukarnya telah melemah 37,7 persen, Brasil mencapai 17,6 persen, Afrika Selatan sebesar 13,8 persen dan India mencapai 12,4 persen.
Perry meminta semua pihak tak perlu khawatir. Sebab, dari sisi ekonomi domestik masih menunjukkan kondisi yang cukup baik. Misalnya, kata Perry, tekanan harga atau inflasi selama dua bulan terakhir Agustus - September 2018 tetap terjaga, bahkan mengalami deflasi.
7. PERTEMUAN TAHUNAN IMF- BANK DUNIA
Perhelatan Annual Meeting IMF-World Bank 2018 digelar 8-15 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali. Pertemuan tersebut akan menghadirkan sedikitnya 15 ribu peserta, yang terdiri dari Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan dari 189 negara, sektor privat, NGOs, akademisi, dan media.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional alias Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan devisa yang masuk selama perhelatan pertemuan rutin IMF - Bank Dunia adalah Rp 396 miliar. "Sebanyak Rp 341 miliar dari peserta luar negeri dan Rp 55 miliar dari IMF atau Bank Dunia karena mereka juga host, selain pemerintah Indonesia," ujar dia, Selasa, 18 Desember 2018.
Bappenas menyebut dampak ekonomi langsung Pertemuan Tahunan IMF-WB sejak persiapan hingga pelaksanaan adalah Rp 5,5 triliun. Angka tersebut berasal dari investasi konstruksi dari 2017 sampai 2018 sebesar Rp 3,05 triliun dan pengeluaran peserta baik mancanegara maupun domestik senilai Rp 582 miliar pada 2018.
8. HARBOLNAS
Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang berakhir pada 12 Desember mencatat transaksi Rp 6,8 triliun atau naik dari tahun lalu mencapai Rp 4,7 triliun. Jumlah transaksi tahun ini tidak memenuhi target sebesar Rp 7 triliun. Akan tetapi, produk lokal naik kelas dengan menyumbang 46 persen dari nilai transaksi.
Transaksi pembelian produk lokal pada Harbolnas 12.12 mencapai Rp 3,1 triliun. Sedangkan target untuk transaksi produk lokal hanya Rp 1 triliun. 
Produk yang paling banyak dibeli selama Harbolnas 2018 adalah fesyen dan pakaian olahraga yang mencapai 69 persen dari total transaksi.  Kategori berikutnya secara beruntun kosmetik 35 persen, perjalanan 29 persen, produk elektronik 28 persen, gadget dan teknologi 27 persen, pembayaran tagihan dan isi ulang (top up) 17 persen, serta makanan dan minuman 15 persen.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan tiga ruas jalan tol Trans Jawa di Jembatan Kalikuto, Jawa Timur, Kamis, 20 Desember 2018. TEMPO/Friski Riana
9. TOL TRANS JAWA
Pada 20 Desember 2018, Presiden Joko Widodo meresmikan tiga ruas jalan tol Trans Jawa di Jawa Tengah.  Ruas jalan tol yang diresmikan Jokowi antara lain Pemalang - Batang (segmen Simpang Susun Pemalang-Pasekaran 39,2 kilometer), Batang - Semarang (segmen Pasekaran Simpang Susun Krapyak 75 kilometer), dan Semarang - Solo, (segmen Salatiga - Kartasura 31 kilometer).
Selain di Jawa Tengah, Jokowi juga telah meresmikan empat ruas tol di Jawa Timur. Menurut Jokowi, peresmian 7 ruas jalan tol Trans Jawa kali ini menandakan jalan dari Merak sampai Grati, Pasuruan, telah tersambung dan bisa dilalui kendaraan.
Pada kurun waktu 1978 hingga 2004 telah terbangun jalan tol sepanjang 242 kilometer dari Merak hingga Cikampek. Kemudian pada 2005-2014 jalan tol yang sudah dibangun sepanjang 75 kilometer. Adapun di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yaitu 2015-2018 pemerintah sudah membangun 616 kilometer jalan tol.
10. DIVESTASI FREEPORT
Pada 21 Desember 2018, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum menebus 51,2 persen perusahaan tambang PT Freeport Indonesia senilai US$ 3,85 miliar atau Rp 55,8 triliun (dengan kurs 14.500 per dolar AS). Untuk membayar saham Freeport, Inalum menerbitkan obligasi valuta asing senilai US$ 4 miliar atau Rp 58 triliun. Selepas transaksi saham ini, Freeport mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi.
“Ini merupakan momen bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973. Kepemilikan mayoritas ini akan kami gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujar Presiden Joko Widodo.
Chief Executive Officer PT Freeport-McMorran Copper & Gold Inc, Richard Adkerson, mengatakan akuisisi saham Freeport oleh Inalum sangat menguntungkan. Pasalnya, perusahaan telah mendapatkan kepastian mengenai kelanjutan bisnisnya terkait dengan kerja sama dengan Inalum hingga 2041.
Share:

Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen, Core: Awas Jebakan Negara Menengah


Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics, Piter Abdullah, mengatakan bahwa pemerintah mesti memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi lagi. Hal ini penting agar Indonesia tidak masuk jebakan negara dengan pendapatan menengah.
Pertumbuhan tinggi, kata Piter, juga dibutuhkan untuk memanfaatkan bonus demografi. "Hitungan Core, agar bonus demografi tidak menjadi bencana demografi, kita butuh pertumbuhan rata-rata 7 persen selama sebelas tahun ke depan," ujar Piter dalam pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 31 Maret 2019.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi mengatakan Indonesia masih sempat mempertahankan pertumbuhan ekonomi sedikit demi sedikit naik di tengah perlambatan global. "Semuanya turun tapi kita masih bisa bertahan dan naik sedikit demi sedikit. Saya kira itulah yang kita kerjakan," kata Jokowi ketika ditemui usai makan siang di Restoran Garuda, Jalan Sabang, Jakarta, Sabtu, 30 Maret 2019.
Capres inkumben itu mengatakan di lingkup negara G20 dan dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di urutan ketiga. "Kita nomor 3 di dunia, di G20 nomor 3 loh ya," katanya menanggapi kritik soal pertumbuhan ekonomi dari capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Pada 2018, Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi 5,17 persen.
Atas capaian itu, Piter mengapresiasi pemerintah bisa menjaga pertumbuhan di level 5 persen. Namun, ia mengingatkan Indonesia butuh pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih besar agar di tahun 2030 tidak mengalami bencana demografi. 
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance alias Indef Bhima Yudhistira berujar Cina bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 7,8 persen pada puncak usia produktif di tahun 2013 lalu.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu bisa dilihat melalui pertumbuhan infrastruktur yang masif, hingga peningkatan jumlah pabrik anyar di kawasan industri, serta peningkatan volume kargo atau barang ekspor impor. "Ada juga yang sifatnya non fisik misalnya peringkat pendidikan, kesehatan yang membaik dan umur yang lebih panjang," kata Bhima. 
Share:

Sri Mulyani Perkirakan Target Pertumbuhan Ekonomi 2019 Meleset


TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2019 sebesar 5,2 persen. Sehingga, outlook pertumbuhan ekonomi 2019 diperkirakan hanya 5,2 persen.
Prognosis itu masih di bawah asumsi dasar ekonomi makro di Anggaran Pendapatan dan belanja Negara 2019, yang dipatok 5,3 persen. Kendati demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi semester I, yaitu 5,1 persen, angkanya naik.
"Di tengah ketidakpastian global, kondisi perekonomian sampai dengan semester I 2019 terus menunjukkan kinerja positif dan diproyeksikan berlanjut sampai dengan akhir tahun 2019," ujar Sri Mulyani saat Rapat Kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 16 juli 2019.
Sri Mulyani mengatakan pada semester I pertumbuhan ekonomi masih didorong oleh peningkatan permintaan domestik. Ia memaparkan konsumsi rumah tangga diproyeksikan tumbuh lebih tinggi lantaran didukung inflasi yang rendah dan penyaluran bantuan sosial yang tepat sasaran dan tepat waktu. Adapun pada realisasi semester I inflasi tercatat 3,3 persen dan diperkirakan menjadi 3,1 persen pada semester II.
Selain konsumsi rumah tangga, bekas Direktur Bank Dunia mengatakan konsumsi pemerintah tumbuh lebih tinggi. Beberapa faktor yang mendorong tumbuhnya konsumsi pemerintah antara lain adanya peningkatan penyerapan dan pola konsumsi pemerintah, antara lain pengeluaran tunjangan hari raya, pelaksanaan pemilu, dan pelaksanaan bantuan sosial.
Di sisi lain, Sri Mulyani berujar pembentukan modal tetap bruto pada semester awal 2019 relatif melambat. Kondisi tersebut disebabkan oleh meningkatnya ketegangan perang dagang yang berdampak pada melambatnya investasi global. "Meskipun, investasi dalam negeri terpantau masih positif."
Tekanan ekonomi global juga, menurut Sri Mulyani, berimbas kepada perdagangan luar negeri Indonesia. Pada semester I 2019, Perlambatan perekonomian dunia serta meningkatnya ketegangan kebijakan proteksionisme dan perang dagang disebut menyebabkan ekspor dan impor mengalami kontraksi.
Share:

Recent Posts